Kamis, 29 September 2011

TEKNOLOGI BUDIDAYA KELAAPA SAWIT


Teknologi Budidaya Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan
penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun
bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil
minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati
posisi pertama produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan
produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal
pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan
intensifikasi.
Pelaku usahatani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari
perusahaan perkebunan besar swasta, perkebunan negara
dan perkebunan rakyat. Usaha perkebunan kelapa sawit
rakyat umumnya dikelola dengan model kemitraan dengan
perusahaan besar swasta dan perkebunan negara (inti –
plasma).
Khusus untuk perkebunan sawit rakyat, permasalahan
umum yang dihadapi antara lain rendahnya produktivitas dan
mutu produksinya. Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata
16 ton Tandan Buah Segar (TBS) per ha, sementara potensi
produksi bila menggunakan bibit unggul sawit bisa mencapai
30 ton TBS/ha. Produktivitas CPO (Crude Palm Oil)
perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per
ha dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per ha, sementara di
perkebunan negara rata-rata menghasilkan 4,82 ton CPO per
hektar dan 0,91 ton PKO per hektar, dan perkebunan swasta
rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar dan 0,57 ton
PKO per hektar.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas
perkebunan sawit rakyat tersebut adalah karena teknologi
produksi yang diterapkan masih relatif sederhana, mulai dari
pembibitan sampai dengan panennya. Dengan penerapan
teknologi budidaya yang tepat, akan berpotensi untuk
peningkatan produksi kelapa sawit. Buku ini
menginformasikan teknik budidaya dan pasca panen kelapa
sawit anjuran, sehingga hasil produksi sawitnya bisa lebih
tinggi.



SYARAT TUMBUH
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit
antara 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan
tahunan 1.500-4.000 mm, temperatur optimal 24-28oC.
Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 m dpl
(di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal
untuk tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6
km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik,
Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah
gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat
keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-
5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur,
datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum
cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan lahan
pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o.
Penyediaan benih dilakukan oleh balai-balai penelitian
kelapa sawit, terutama oleh Marihat Research Station dan
Balai Penelitian Perkebunan Medan (RISPA). Balai-balai
penelitian tersebut mempunyai kebun induk yang baik dan
terjamin dengan pohon induk tipe Delidura dan pohon bapak
tipe Pisifera terpilih.
Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan
ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibedakan menjadi Dura,
Pisifera dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya
memiliki cangkang tebal sehingga dianggap dapat
memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan
buahnya besar-besar dan kandungan minyak berkisar 18%.
Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga
betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.
Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera.
Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan
masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun
bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul
persentase daging per buahnya dapat mencapai 90% dan
kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.



Pengecambahan Benih
Tahapan pekerjaan dalam pengecambahan benih
sebagai berikut:
1. Buah dikupas untuk memperoleh benih yang terlepas dari
sabutnya. Pengupasan buah kelapa sawit dapat
menggunakan mesin pengupas.
2. Benih direndam dalam ember berisi air bersih selama 5
hari dan setiap hari air harus diganti dengan air yang baru.
3. Setelah benih direndam, benih diangkat dan dikering
anginkan di tempat teduh selama 24 jam dengan
menghamparkannya setebal satu lapis biji saja. Kadar air
dalam biji harus diusahakan agar tetap sebesar 17%.
4. Selanjutnya benih disimpan di dalam kantong plastik
berukuran panjang 65 cm yang dapat memuat sekitar 500
sampai 700 benih. Kantong plastik ditutup rapat-rapat
dengan melipat ujungnya dan merekatnya. Simpanlah
kantong-kantong plastik tersebut dalam peti berukuran 30
cm x 20 cm x 10 cm, kemudian letakkan dalam ruang
pengecambahan yang suhunya 39 0C.
5. Benih diperiksa 3 hari sekali (2 kali per minggu) dengan
membuka kantong plastiknya dan semprotlah dengan air
 (gunakan hand mist sprayer) agar kelembaban sesuai
dengan yang diperlukan yaitu antara 21- 22% untuk benih
Dura dan 28-30% untuk Tenera. Contoh benih dapat
diambil untuk diperiksa kelembabannya.
6. Bila telah ada benih yang berkecambah, segera semaikan
pada pesemaian perkecambahan.
7. Setelah melewati masa 80 hari, keluarkan kantong dari
peti di ruang pengecambahan dan letakkan di tempat yang
dingin. Kandungan air harus diusahakan tetap seperti
semula. Dalam beberapa hari benih akan mengeluarkan
tunas kecambahnya. Selama 15-20 hari kemudian
sebagian besar benih telah berkecambah dan siap
dipindahkan ke persemaian perkecambahan (prenursery
ataupun nursery). Benih yang tidak berkecambah dalam
waktu tersebut di atas sebaiknya tidak digunakan untuk
bibit.


Penyemaian
Tahapan pekerjaan dalam penyemaian benih meliputi:
1. Benih yang sudah berkecambah disemai dalam polybag
kecil, kemudian diletakkan pada bedengan-bedengan yang
lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya.
2. Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 cm x 23 cm
atau 15 cm x 23 cm (lay flat).
3. Polybag diisi dengan 1,5-2,0 kg tanah atas yang telah
diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase.
4. Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah
dan berjarak 2 cm.
5. Setelah bibit dederan yang berada di prenursery telah
berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai, bibit dederan
sudah dapat dipindahkan ke pesemaian bibit (nursery).
6. Keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap
lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas
tanah polybag dapat menjaga kelembaban yang
dibutuhkan oleh bibit.
7. Penyiraman dengan sistem springkel irrigation sangat
membantu dalam usaha menghasilkan kelembaban yang
diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan
karena siraman.
8. Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan
polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm x 50 cm atau
45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang
pada bagian bawahnya untuk drainase.
9. Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak
sebanyak 15-30 kg/polybag, disesuaikan dengan lamanya
bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di
pesemaian bibit.
10. Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher
akar berada pada permukaan tanah polybag besar dan
tanah sekitar bibit dipadatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit
pada polybag besar kemudian disusun di atas lahan yang
telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan
sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x
100 cm x100 cm.


Pemeliharaan Pembibitan
Bibit yang telah ditanam di polibag dipelihara dengan
baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit
akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan
saat tanam yang tepat. Pemeliharaan bibit meliputi
penyiraman, penyiangan, pengawasan dan seleksi, serta
pemupukan

Penyiraman
Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali
apabila jatuh hujan lebih dari 7-8 mm pada hari yang
bersangkutan. Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara
menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam
polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat.
Kebutuhan air siraman ± 2 lt/polybag/hari, disesuaikan dengan
umur bibit.

Penyiangan
Gulma yang tumbuh dalam polybag dan di tanah antara
polybag harus dibersihkan, dikored atau disemprot dengan
herbisida. Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam
sebulan, atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma.

Pengawasan dan Seleksi
Pengawasan bibit dilakukan untuk mengamati
pertumbuhan bibit dan perkembangan gangguan hama dan
penyakit. Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan
mempunyai kelainan genetis harus dibuang. Pembuangan
bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main
nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan,
serta pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Tanaman yang
bentuknya abnormal dibuang, yakni dengan ciri-ciri;


1. Bibit tumbuh meninggi dan kaku
2. Bibit terkulai
3. Anak daun tidak membelah sempurna
4. Terkena penyakit
5. Anak daun tidak sempurna

Pemupukan

Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit
yang sehat, tumbuh cepat dan subur. Pupuk yang diberikan
adalah Urea dalam bentuk larutan dan pupuk majemuk. Dosis
dan jenis pupuk yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis dan jenis pupuk untuk pemupukan bibit
Umur bibit
(minggu ke )
Jenis pupuk Dosis Rotasi
4-5 Larutan Urea 0,2 % 3-4 lt larutan/100
bibit
1 minggu
6-7 s.d.a 4-5 lt larutan/100
bibit
1 minggu
8-16 Rustica 15. 15. 6. 4 1 gr/bibit 1 minggu
17-20 Rustica 12.12.17.2 5 gr/bibit 2 minggu
21-28 s.d.a 8 gr/bibit s.d.a
29-40 s.d.a 15gr/bibit s.d.a
41-48 s.d.a 17gr/bibit s.d.a

Pemindahan Bibit ke Lapangan
Bibit yang telah berumur 8 bulan dapat dipindahkan ke
areal pertanaman, tetapi umumnya bibit dipindah ke lapang
pada umur 10-14 bulan. Pemindahan bibit ke lapangan harus
diusahakan agar bibit tidak rusak dan polybagnya tidak pecah.
Gambar 2. Bibit kelapa sawit siap dipindahkan ke lapangan

Teknik Penanaman
Penentuan Pola Tanam
Pola tanam kelapa sawit dapat monokultur ataupun
tumpangsari. Pada pola tanam monokulltur, sebaiknya
penanaman tanaman kacang-kacangan (LCC) sebagai
tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah
persiapan lahan selesai. Tanaman penutup tanah (legume
cover crop atau LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat
penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan
biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban
tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu
(gulma). Sedangkan pada pola tanam tumpangsari tanah
diantara tanaman kelapa sawit sebelum menghasilkan dapat
ditanami tanaman ubi kayu, jagung atau padi.

Pengajiran

Maksud pengajiran adalah untuk menentukan tempat
yang akan ditanami kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam
yang dipakai. Ajir harus tepat letaknya, sehingga lurus bila
dilihat dari segala arah, kecuali di daerah teras dan kontur.
Sistem jarak penanaman yang digunakan adalah segitiga
sama sisi, dengan jarak 9x9x9 m. Dengan sistem segi tiga
sama sisi ini, pada arah Utara – Selatan tanaman berjarak
8,82 m dan jarak untuk setiap tanaman adalah 9 m, jumlah
tanaman 143 pohon/ha.

Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum menanam.
Ukurannya adalah 50x40x40 cm. Pada waktu menggali
lubang, tanah bagian atas dan bawah dipisahkan, masingmasing
di sebelah Utara dan Selatan lubang.

Cara Penanaman
Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, setelah
hujan turun dengan teratur. Adapun tahapan penanaman
sebagai berikut:
1. Letakkan bibit yang berasal dari polibag di masing-masing
lubang tanam yang sudah dibuat.
2. Siram bibit yang ada pada polybag sehari sebelum
ditanam agar kelembaban tanah dan persediaan air cukup
untuk bibit.
3. Sebelum penanaman dilakukan pemupukan dasar lubang

Selasa, 27 September 2011

Budidaya karet

BUDIDAYA KARET 

  
TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET 
Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut: 
• Syarat tumbuh tanaman karet 
• Klon‐klon karet rekomendasi 
• Bahan tanam/bibit 
• Persiapan tanam dan penanaman 
• Pemeliharaan tanaman: pengendalian gulma, pemupukan dan pengendalian penyakit 
• Penyadapan/panen 

1. Syarat Tumbuh Tanaman Karet 
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. 
a. Iklim 
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. 
Curah hujan 
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. 
Tinggi tempat 
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25oC sampai 35oC. 
Angin 
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet 
b. Tanah 
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. 
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat‐sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain : 
Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu‐batuan dan lapisan cadas 
Aerase dan drainase cukup 
Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air 
Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir 
Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm 
Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro 
Reaksi tanah dengan pH 4,5 ‐ pH 6,5 
Kemiringan tanah < 16% dan 
Permukaan air tanah < 100 cm. 

2. Klon‐klon Karet Rekomendasi 
Harga karet alam yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon‐klon unggul dan perbaikan teknologi budidaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 ‐ 4 juta ton/tahun pada tahun 2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila minimal 85% areal kebun karet (rakyat) yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan dengan 
menggunakan klon karet unggul. 

Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.
Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klonklon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kau. Pada Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan klon‐klon unggul baru generasi‐4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi. Klon‐klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat‐sifat sekunder lainnya. Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan cermat klon‐klon yang sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis‐jenis produk karet yang akan dihasilkan. 
Klon‐klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati‐hati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertenu. Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya harus dilakukan secara tepat. 
3. Bahan Tanam 
Hal yang paling penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan tanam, dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman karet okulasi. Persiapan bahan tanam dilakuka paling tidak 1,5 tahun sebelum penanaman. Dalam hal bahan tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi (grafting) pada penyiapan bahan tanam. 
Persiapan batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh bahan tanam yang mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara ang baik. Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan batang bawah yang memenuhi syarat teknis yang mencakup persiapan tanah pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di pembibitan. Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau entres dari kebun entres. Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam dan keberhasilan okulasinya rendah. Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanamn sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polibeg, atau stum tinggi. Untuk tanaman karet, mata entres ini yang merupakan bagian atas dari tanaman dan dicirikan oleh klon yang digunakan sebagai batang atasnya. 
Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu untuk menghindari tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam yang sesuai adalah pada musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk kegiatan‐kegiatan untuk pembuatan lubang tanam, pembongkaran, pengangkutan, dan penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya segera ditanam dan tenggang waktu yang diperbolehkan paling lambat satu malam setelah pemongkaran. Secara lebih terperinci penyiapan bahan tanam karet okulasi dapat dilihat Buku Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat (tahun 1996, edisi ke‐2) atau Booklet Pengelolaan Bahan Tanan Karet (tahun 2005) yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet. 
4. Persiapan Tanam dan Penanaman 
Dalam pelaksanaan penanaman tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahn sampai dengan penanaman. 
a. Pembukaan lahan (Land Clearing) 
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa‐sisa tumbuhan hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan dengan jadwal penanaman. Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi : (a) pembabatan semak belukar, (b) penebangan pohon, (c) perecanaan dan pemangkasan, (d) pendongkelan akar kayu, (e) penumpukan dan pembersihan. Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blok‐blok, penataan jalan‐jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam perkebunan. 
Penataan blok‐blok. 
Lahan kebun dipetak‐petak menurut satuan terkecil dan ditata ke dalam blok‐blok berukuran 10 ‐20 ha, setiap beberapa blok disatukan menjadi satu hamparan yang mempunyai waktu tanam yang relatif sama. 
Penataan Jalan‐jalan 
Jaringan jalan harus ditata dan dilaksanakan pada waktu pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan lahan ke dalam blokblok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak pikul maksimal sejauh 200 m. Sedapatkan mungkin seluruh jaringan ditumpukkan/ disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola 

Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.
jaringan jalan yang efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan digunakan. 
Penataan Saluran Drainase 
Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit‐parit penampungan untuk selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain). 
b. Persiapan Lahan Penanaman 
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin ualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara lain : 


Pemberantasan Alang‐alang dan Gulma lainnya 
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang‐alang, dilakukan pemberantasan alang‐alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia maupun secara mekanis. 
Pengolahan Tanah 
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dankesuburan tanah. 
Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket 
Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6 ‐ 10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan petakan. 
Pengajiran 
Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut : a) Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 ‐ 80) jarak tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur ‐ Barat berjarak 7 m dan arah Utara ‐ Selatan berjarak 3 m (lihat Gambar 1). 

Gambar 1. Cara Pengajiran pada Lahan Datar 

b) Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% ‐ 15%) jarak tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras‐teras yang diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara kontur), lihat Gambar 2. 
Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm – 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang untuk tanaman. 


Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.

Gambar 2. Cara Pengajiran Menurut Kontur. 

Pembuatan Lubang Tanam 
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan 40 cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan (Gambar 3). Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam. 
Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC) 
Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan ersi, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma. 

Gambar 3. Pembuatan Lubang Tanam. 
Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria javanica, 6 kg Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg Rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman kacangan. 
c. Seleksi dan Penanaman Bibit 
Seleksi bibit 
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat‐sifat umum yang baik antara lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain : 
Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua. 
Mata okulasi benar‐benar baik dan telah mulai bertunas 
Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral 
Bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih). 

Kebutuhan bibit 
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet. 
Penanaman 

Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana urah hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP ‐ 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar. 
5. Pemeliharaan Tanaman 
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet 
meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit 
tanaman. 
Pengendalian gulma 
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang‐alang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan berdasarkan umur tanaman seperti berikut: 



Tabel 1. Frekuensi Pengendalian Gulma dengan Herbisida berdasarkan Umur Tanaman 
Umur tanaman 
(tahun) 
Kondisi tajuk 
Aplikasi Herbisida 
Lebar 
piringan/jalur 
Frekuensi
Waktu 
Tanaman Belum Menghasilkan: 
2 ‐ 3 tahun 


4 – 5 tahun 

Tanaman 
menghasilkan : 
6 – 8 tahun 


9 – 15 tahun 


>15 tahun 


Belum menutup 

mulai 
menutup 


sudah 
menutup 

sudah 
menutup 

sudah 
menutup 

3‐4 kali 


2‐3 kali 



2‐3 kali 


2 kali 


2 kali 

Maret, Juni, 
September, 
Desember*) 

Maret, 
September, 
Juni*) 

Maret, 
September, 
Juni*) 
Maret, 
September 

Maret, 
September 


1.5 – 2.0 m 


1.5 – 2.0 m 



2.0 – 3.0 m 


2.0 – 3.0 m 


2.0 – 3.0 m 




Aplikasi MiG‐6PLUS 
1.
Fase Pembibitan: Berikan larutan MiG‐6PLUS (10ml MiG‐6PLUS : 1  liter air) berikan secukupnya pada media tanam yang terdapat pada polybag, kemudian ulang setiap 10 hari sekali, sampai bibit tanaman berumur 16 bulan. 
2.
Fase sebelum menghasilkan: kebutuhan perpohon berikan larutan 10 ml MiG‐6PLUS (dicampur dengan air secukupnya), buat 4 buah lubang (kedalaman 30cm Ã˜ 3‐5cm; buat pakai linggis saja) dengan jarak setengah tajuk, kemudian ulangi setiap 4 bulan sekali. 
3.
 Fase telah produksi: kebutuhan perpohon, berikan larutan 10 ml MiG‐6PLUS (dicampur dengan air secukupnya), buat 4 buah lubang (kedalaman 30cm Ã˜ 3‐5cm; buat pakai linggis saja) dengan jarak setengah tajuk, kemudian ulangi setiap 3 bulan sekali. 


Program pemupukan 
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam etahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP‐36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program dan dosis pemupukan tanaman karet secara umum dapat dilihat pada Tabel berikut.  

Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.

Tabel 2. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan 
Umur 
Tanaman 
Urea 
(g/ph/th) 
SP 36
(g/ph/th) 
KCl
(g/ph/th) 
Frekuensi
pemupukan 
Pupuk dasar 
‐ 
125
‐ 
250 
250 
250 
300 
300 
150
250 
250 
250 
250 
100
200 
200 
250 
250 
2 kali/th
2 kali/th 
2 kali/th 
2 kali/th 
2 kali/th 


Tabel 3. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Menghasilkan  
Umur 
Tanaman 
Urea 
(g/ph/th) 
SP 36
(g/ph/th) 
KCl
(g/ph/th) 
Frekuensi
pemupukan 
6 ‐ 15 
16 – 25 
 >22 sampai 2 tahun sebelum peremajaan 
350 
300 
200 
260
190 
‐ 

300
250 
150 
2 kali/th
2 kali/th 
2 kali/th 



Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke‐2 (TBM‐2) apabila pertumbuhannya kurang baik. 
Pemberantasan Penyakit Tanaman 
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Oleh karena itu langkah‐langkah pengendalian secara terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai kerugian ekonomis yang ditimbulkannya. Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan adalah : 
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) 
Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus (Rigidoporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang‐benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang‐kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga kekuning‐kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran tanaman sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1‐5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. 
Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi esiko kematian tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah : 
Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP. 
Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, 
Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC. 
Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+ 

Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast) 
Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula‐mula ditandai dengan tidak mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemu‐dian dalam beberapa minggu saja kese‐luruhan alur sadap ini kering tidak me‐ngeluarkan lateks. Bagian yang kering akan berubah 

Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.
warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan penyakit ini adalah terjadinya pecah‐pecah pada kulit dan pembengkakan atau tonjolan pada batang tanaman.  
Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan: Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap kering alu sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terena kering alur sadap sampai 10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan untuk mencegah agar pohon‐pohon lainnya tidak mengalami kering alur sadap. Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3‐4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F‐96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali seminggu untuk mencegh masuknya kumbang penggerek (Gambar 4.10). Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap. Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit. 
6. Penyadapan/Panen 
Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 ‐ 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minmum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen. 
Tinggi bukaan sadap 
Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah. 


Waktu bukaan sadap. 
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba. 
Kemiringan irisan sadap 
Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan irisan sadapan sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah, besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 300 bila mendekati "kaki gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin membesar. 
Peralihan tanaman dari TMB ke TM 
Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5 – 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM. 
Sistem sadap 
Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklu penyadap. Untuk karet rakyat, mengingat kondisi sosial ekonomi petani, maka dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada tabel berikut : 

Tabel 4. Bagan Penyadapan Tanaman Karet 
Tanaman 
Umur 
Sistem Sadap

Jangka Waktu
(tahun) 
Bidang
Sadap 
Remaja 
0 ‐ 5 
‐ 
Teruna 
6‐7 
s/2 d/3 67%
2

8‐10 
s/2 d/2 100%
3
Dewasa 
11‐15 
s/d d/2 100%
4

16 ‐ 20 
a/2 d/2 100%
4
A’ 
Setengah tua 
21 ‐ 28 
2 s/2 d/3 133%
8
B’ +AH

Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.
Tua 
29 ‐ 30 
2 s/2 d/3 133%
4
A’’ +BH

Catatan: Tanaman karet diremajakan pada umur 31 tahun 
Keterangan : 
A  = Kulit Murni Bidang A 
B  = Kulit Murni Bidang B 
A  = Kulit Pulihan pertama A 
A "= Kulit Pulihan kedua A 
B' = Kulit Pulihan pertama B 
AH= Kulit Murni atas A 
BH= Kulit Murni atas B 
Estimasi Produksi 
Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang digunakn, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lainnya. Dengan asumsi bahwa pengelolaan kebun plasma dapat memenuhi seluruh kriteria yang dengan dikemukakan dalam kultur tehnis karetdiatas, maka estimasi produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada standar produksi yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atu Balai Penelitian Perkebunan yang bersangkutan. Karena produksi kebun karet adalah lateks, maka estimasi produksi per hektar per tahun dikonversikan ke dalam satuan getah karet basah seperti pada Tabel berikut : 

Tabel 5. Proyeksi Produksi Karet Kering dan Estimasi Produksi Lateks 
Tahun 
Estimasi produksi
KKK (ton/ha) 

Estimasi 
Produksi 
Lateks (Liter/ha) 
Umur (Th) 
Sadap 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
500
1.150 
1.400 
1.600 
1.750  
1.850  
2.200  
2.300  
2.350  
2.300  
2.150  
2.100  
2000  
1.900  
1.800  
1.650  
1.550  
1.450  
1.400  
1.350  
1.200  
1000  
1.150  
850  
800  
2000 
4600 
5600 
6400 
7.000 
7.400 
8.800 
9.200 
9.400 
9.200 
8.600 
8.400 
8.000 
7.600 
7.200 
6.600 
6.200 
5.800 
5.600 
5.400 
4.800 
4.600 
4.000 
3.400 
3.200 

Catatan : Estimasi produksi didasarkan atas asumsi kadar karet kering (KKK) = 25% 

KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI DAN ANALISIS FINANSIAL 
Tanaman karet memerlukan waktu 5‐6 tahun untuk dapat disadap, oleh karena itu pembangunan perkebunan karet memerlukan investasi jangka panjang dengan masa tenggang 5‐6 tahun. Biaya investasi dan pemeliharaan TBM dan TM dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: 
Tabel 6. Biaya Investasi Karet dan Pemeliharaan TBM dan TM (1 ha) 
URAIAN 
BIAYA (Rp/ha)  

Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp. Sumber: Chairil Anwar , Pusat Penelitian Karet, Medan 2001 MiG Corp.
1. Sertifikasi lahan 
400.000 
2. Pembukaan lahan dan penanaman (dgn intercrops) 
7.449.888 
3. Pemeliharaan TBM (th 1‐5) 
12.664.125 
TOTAL BIAYA INVESTASI (TBM) 
20.514.013 
4. Biaya Pemeliharaan TM: per tahun 
Umur 6 ‐ 15 tahun 
Umur 16 ‐ 25 tahun 
Umur 26 ‐ 28 tahun 
Umur 29 ‐ 30 tahun 

4.347.500 
3.774.500 
3.349.000 
2.305.750 


Dengan asumsi tingkat produksi rata‐rata 1.576 kg karet kering/ha/tahun, harga FOB SIR 20 : US $ 1,50/kg dan kurs: Rp 10.000/US $ (pada bulan Desember 2005) dan harga di tingkat petani 80% FOB, dilakukan perhitungan kelayakan finansial usaha perkebunan karet diukur dengan tingkat Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV) dan B/C ratio. Bila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang diberlakukan yaitu 18%, maka usaha perkebunan karet layak secara finansial. Bila NPV lebih besar dari nol (positif) maka usaha adalah layak, pada discount rate yang ditentukan yaitu sebesar 18%. Perhitungan nilai IRR dan NPV berdasarkan pada arus kas selama 30 tahun dengan asumsi biaya tetap, namun harga jual menggunakan 3 skenario yaitu: harga naik 20%, harga saat ini dan harga turun 10%, adalah seperti yang tertera di Tabel 6. 

Tabel 6. Hasil Analisa Kepekaan Pembangunan Kebun Karet (1 ha). 
Skenario (bunga= 18%) 
NPV (juta Rp)
IRR (%) 
B/C rasio
Harga jual karet naik 20%
26.6
34.5 
1.30
Harga jual karet saat ini (Desember 2005) 
19.2
31.5 
1.17
Harga jual karet turun 10% 
11.7
27.4 
1.05



Skenario (bunga= 14%) 
NPV (juta Rp)
IRR (%) 
B/C rasio
Harga jual karet naik 20%
47.6
34.5 
1.323
Harga jual karet saat ini (Desember 2005) 
35.8
31.5 
1.20
Harga jual karet turun 10% 
24.0
27.4 
1.07


Tabel 6 menunjukkan bahwa proyek pada tingkat bunga 18% usaha perkebunan karet masih layak, demikian juga pada saat harga karet turun 20%, nilai NPV masih positif dan IRR lebih dari 18%. Apabila ada skim kredit yang tingkat bunganya lebih rendah (14%), maka tingkat kelayakan usaha akan semakin tinggi.

 Mahasiswa UMPTB 2011

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan